ANDALALIN: Instrumen Legal Wajib dalam Setiap Rencana Pembangunan

Dalam setiap perencanaan pembangunan, terdapat satu dokumen yang kerap kali terabaikan namun memiliki kedudukan strategis dalam hukum tata ruang dan perizinan: Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALALIN). Instrumen ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan bagian integral dari prinsip kehati-hatian (prudential principle) dalam pengelolaan ruang publik dan keselamatan pengguna jalan.

LANDASAN YURIDIS

ANDALALIN memiliki dasar hukum yang kuat dan bersifat mengikat. Ketentuan utamanya diatur melalui:

  • Pasal 99–102 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.

  • Permenhub No. 75 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas.

  • Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang mengatur tata cara evaluasi dan pemberian rekomendasi teknis.

Dalam konstruksi hukum, keberadaan ANDALALIN merupakan pra-kondisi normatif yang harus dipenuhi sebelum terbitnya perizinan dasar seperti Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR), Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan izin operasional lainnya.

OBJEK WAJIB ANDALALIN

Setiap rencana pembangunan yang diperkirakan akan menimbulkan perubahan signifikan terhadap arus dan kapasitas lalu lintas wajib disertai dokumen ANDALALIN. Kewajiban ini berlaku bagi:

  • Pusat perbelanjaan dan retail berskala besar;

  • Kawasan pemukiman dan apartemen bertingkat;

  • Rumah sakit dan institusi pendidikan;

  • Perkantoran, hotel, terminal, pelabuhan, dan kawasan industri.

Kriteria wajib mengacu pada volume lalu lintas kendaraan yang ditimbulkan, serta lokasi proyek yang beririsan langsung dengan jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota, maupun jalan tol.

ASPEK HUKUM PERIZINAN

Tidak dimilikinya dokumen ANDALALIN yang sah dan telah mendapatkan rekomendasi teknis dari Dinas Perhubungan setempat dapat berimplikasi serius. Beberapa risiko hukum meliputi:

  1. Pembekuan atau pencabutan izin (PBG, izin usaha, dsb.).

  2. Sanksi administratif progresif, sebagaimana dimungkinkan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya.

  3. Potensi gugatan hukum dari masyarakat terdampak, dengan dasar kelalaian pengelolaan dampak lalu lintas.

  4. Hambatan dalam pemrosesan IMB atau Sertifikat Laik Fungsi (SLF) oleh pemerintah daerah.

Dengan demikian, ANDALALIN bukan hanya produk teknis, tetapi juga merupakan bagian dari legitimasi hukum sebuah kegiatan pembangunan.

TAHAPAN FORMAL PENYUSUNAN ANDALALIN

  1. Pengajuan permohonan penilaian ke Dinas Perhubungan.

  2. Penyusunan dokumen oleh konsultan bersertifikat yang memiliki kompetensi lalu lintas.

  3. Forum evaluasi teknis (Tim Penilai ANDALALIN) yang terdiri dari unsur Dishub, kepolisian, dan Bappeda.

  4. Penerbitan rekomendasi teknis sebagai dasar pemenuhan persyaratan perizinan lainnya.

Penting dicatat bahwa dokumen ANDALALIN hanya dianggap sah jika telah mendapatkan rekomendasi tertulis dari instansi berwenang.

PENEGAKAN DAN MONITORING

Dalam praktiknya, pemantauan terhadap pelaksanaan rekayasa lalu lintas hasil rekomendasi ANDALALIN dapat dilakukan secara berkala. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk melakukan audit teknis, dan apabila terdapat deviasi dari rencana semula, dapat dikenakan tindakan korektif atau bahkan sanksi administratif.

KESIMPULAN

Dalam perspektif hukum tata ruang dan perizinan, ANDALALIN merupakan instrumen kontrol yang menjamin agar pembangunan tidak menciptakan disrupsi terhadap fungsi publik jalan. Ia menjadi bukti bahwa suatu kegiatan pembangunan menghormati hak masyarakat atas mobilitas yang aman dan tertib.

Bagi para pemilik proyek, pengembang, maupun konsultan perizinan, mengabaikan ANDALALIN bukan hanya kesalahan teknis—melainkan kelalaian hukum yang dapat menghambat legalitas proyek secara keseluruhan.

Share Post

Facebook
WhatsApp
Threads
LinkedIn